peluang usaha

Welcome

Senin, 19 November 2012

Candi Cangkuang : Menikmati Candi Hindu di Tengah Danau

Candi Cangkuang adalah satu-satunya candi Hindu di Jawa Barat yang berhasil dipugar hingga saat ini. Candi ini terletak di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Lokasinya di ketinggian 700 m di atas permukaan air laut melewati keindahan sawah menghijau dan 4 gunung besar di Jawa Barat, yaitu Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung Guntur. Pemerintah daerah Kabupaten Garut menjadikan daerah ini sebagai obyek wisata budaya dan wisata alam.


Candi Cangkuang berdiri di daratan mirip pulau kecil di tengah danau bernama Situ Cangkuang, jadi Anda perlu menggunakan rakit untuk mencapainya. Di dataran ini juga Anda akan melihat pemukiman adat Kampung Pulo dan makam Embah Arief Muhammad. Embah Dalem Arief Muhammad adalah leluhur Kampung Pulo dimana awalnya adalah utusan Kerajaan Mataram yang ditugasi menyerang VOC di Batavia. Akan tetapi, penyerangan tersebut gagal, karena malu dan takut untuk kembali melapor ke Mataram maka ia dan pengikutnya memilih berdiam di Desa Cangkuang dan menyebarkan agama Islam di sini.

Candi Cangkuang merupakan candi peninggalan Hindu abad ke-8 yang direkonstruksi tahun 1978. Bangunan aslinya hanya tersisa sekitar 40% dari reruntuhan saat ditemukan, dan selebihnya candi ini dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.

Candi Cangkuang pertama kali ditemukan tahun 1966 oleh tim peneliti berdasarkan laporan tulisan Vorderman dalam buku “Notulen Bataviaasch Genootschap” tahun 1893. Buku itu menyebutkan adanya sebuah arca yang rusak serta makam leluhur Arief Muhammad di Leles. Nama Candi Cangkuang sendiri diambil dari nama desa sekaligus adalah nama tanaman (Pandanus furcatus) yang banyak terdapat di sekitarnya. Daun tanaman cangkuang sering dimanfaatkan penduduknya untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren.
Awalnya penemuan situs ini hanyalah berupa batu fragmen dari sebuah candi dan makam kuno serta arca Siwa yang telah rusak. Arca ini wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm, lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm dan 45 cm (tingginya 41 cm). Posisi arca bersila di atas padmasana ganda dengan kaki kiri menyilang datar, alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi) yang telinganya mengarah ke depan. Dengan kepala nandi ini para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha. Di tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga. Selain arca ditemukan juga peninggalan pra sejarah berupa alat dari batu obsidian, pecahan-pecahan tembikar dari zaman Neolithicum dan batu-batu besar dari kebudayaan Megalitikum.

Bangunan Candi Cangkuang berdiri pada sebuah lahan persegi empat berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m. Bangunan candi bentuknya persegi empat 4,22 x 4,22 m setinggi 2,49 m. Di Utara terdapat pintu masuk yang berukuran 1,56 m (tinggi) x 0,6 m (lebar). Puncak candi ada dua tingkat yaitu persegi empat berukuran 3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m dan 2,74 x 2,74 m yang tingginya 1,1 m. Di dalamnya terdapat ruangan berukuran 2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m. Di dasarnya terdapat cekungan berukuran 0,4 x 0,4 m sedalam 7 m.

sumber: http://id.indonesia.travel/id/destination/603/candi-cangkuang
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia
www.indonesia.travel 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar