Candi Cangkuang adalah satu-satunya candi Hindu di Jawa Barat
yang berhasil dipugar hingga saat ini. Candi ini terletak di Kampung
Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Lokasinya di
ketinggian 700 m di atas permukaan air laut melewati keindahan sawah
menghijau dan 4 gunung besar di Jawa Barat, yaitu Gunung Haruman, Gunung
Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung Guntur. Pemerintah daerah
Kabupaten Garut menjadikan daerah ini sebagai obyek wisata budaya dan
wisata alam.
Candi Cangkuang berdiri di daratan mirip pulau kecil di tengah danau
bernama Situ Cangkuang, jadi Anda perlu menggunakan rakit untuk
mencapainya. Di dataran ini juga Anda akan melihat pemukiman adat
Kampung Pulo dan makam Embah Arief Muhammad. Embah Dalem Arief Muhammad
adalah leluhur Kampung Pulo dimana awalnya adalah utusan Kerajaan
Mataram yang ditugasi menyerang VOC di Batavia. Akan tetapi, penyerangan
tersebut gagal, karena malu dan takut untuk kembali melapor ke Mataram
maka ia dan pengikutnya memilih berdiam di Desa Cangkuang dan
menyebarkan agama Islam di sini.
Candi Cangkuang merupakan candi
peninggalan Hindu abad ke-8 yang direkonstruksi tahun 1978. Bangunan
aslinya hanya tersisa sekitar 40% dari reruntuhan saat ditemukan, dan
selebihnya candi ini dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan
besi.
Candi Cangkuang pertama kali ditemukan tahun 1966 oleh tim peneliti berdasarkan laporan tulisan Vorderman dalam buku “Notulen Bataviaasch Genootschap” tahun
1893. Buku itu menyebutkan adanya sebuah arca yang rusak serta makam
leluhur Arief Muhammad di Leles. Nama Candi Cangkuang sendiri diambil
dari nama desa sekaligus adalah nama tanaman (Pandanus furcatus) yang
banyak terdapat di sekitarnya. Daun tanaman cangkuang sering
dimanfaatkan penduduknya untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus
gula aren.
Awalnya penemuan situs ini hanyalah berupa batu fragmen dari sebuah
candi dan makam kuno serta arca Siwa yang telah rusak. Arca ini wajahnya
datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar
wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm, lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm
(tingginya 14 cm), lapik 37 cm dan 45 cm (tingginya 41 cm). Posisi arca
bersila di atas padmasana ganda dengan kaki kiri menyilang datar,
alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke
bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi)
yang telinganya mengarah ke depan. Dengan kepala nandi ini para ahli
menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di
atas paha. Di tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan
penghias telinga. Selain arca ditemukan juga peninggalan pra sejarah
berupa alat dari batu obsidian, pecahan-pecahan tembikar dari zaman
Neolithicum dan batu-batu besar dari kebudayaan Megalitikum.
Bangunan
Candi Cangkuang berdiri pada sebuah lahan persegi empat berukuran 4,7 x
4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma,
pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi
1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang
panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m. Bangunan candi bentuknya persegi
empat 4,22 x 4,22 m setinggi 2,49 m. Di Utara terdapat pintu masuk yang
berukuran 1,56 m (tinggi) x 0,6 m (lebar). Puncak candi ada dua tingkat
yaitu persegi empat berukuran 3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m dan 2,74 x
2,74 m yang tingginya 1,1 m. Di dalamnya terdapat ruangan berukuran
2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m. Di dasarnya terdapat cekungan
berukuran 0,4 x 0,4 m sedalam 7 m.
sumber: http://id.indonesia.travel/id/destination/603/candi-cangkuang
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia
www.indonesia.travel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar